Tulisan ini memberikan ilustrasi bagaimana ilmu Industrial Engineering (IE) bisa dan biasa diterapkan di luar ranah klasiknya: manufakturing. Dalam artikel akan ditunjukkan bagaimana dua kompetensi inti IE yakni human factor dansystems thinking telah dipadukan dengan sangat manisnya oleh pembuatan kebijakan di Singapura sedemikian rupa sehingga fakta menunjukkan bahwa sistem transportasi di Singapura termasuk yang terbaik di dunia.
Sebagai catatan, pada tahun 2003 menurut sebuah sumber,modal shares in public transport di Singapura adalah sekitar 63%. Artinya, sekitar 63% penduduk memanfaatkan transportasi umum di Singapura. Bagi anda yg pernah main, shopping, berobat di Singapura, anda akan merasakan betapa nyaman, terjangkau dan andalnya sistem transportasi umum di sana.
# belajar dari Singapura
Di balik kenyamanan tersebut, tentu merupakan buah dari sebuah proses. Bukan simsalabim. Ayo kita coba belajar dari merek. Pisau yg akan kita gunakan untuk membedahnya adalah systems thinking dan human factors.
Siap untuk jalan-jalan?
Untuk mengetahui detail teknis operasional dari sistem transportasi di Singapura, sila jenguk di sini untuk sistem transport secara umum dan di sini untuk MRT
Artikel ini lebih menitikberatkan di bagian perencanaan kebijakan pada skala makro.
1. Latar belakang
Singapura adalah negara yg sangat kecil sehingga memiliki densitas penduduk yang cukup tinggi dan merata tersebar di seluruh area. Tanah / space adalah barang langka. Karenanya Singapura mau tidak mau harus mendorong tumbuhnya alat transportasi yg bisa memindahkan orang [dan barang] dari satu titik ke titik lain secara masal.
Kasusnya akan berbeda dengan, misal, Australia. Dengan luas area yang segede Gaban dan penduduk yg relatif sedikit serta tidak merata, kebutuhan akan transortasi umum menjadi tidak terlalu ada, terutama di daerah rural.
2. Human factor: mengubah kebiasaan dan budaya
Salah satu faktor penting yg sudah diidentifikasikan oleh SIN bisa menjadi hambatan utama adalah pengelolaan perubahan (change management). Ssatu point yg sangat krusial tapi sering terabaikan oleh engineers dan policy makers yg belatar belakang teknik.
Faktor manusia /ergonomi menjadi suatu hal yang harus digarap dengan serius saat public transport akan dimajukan. Ergonomi di sini tidak diartikan sebagai physical ergonomy [IE-ers kadang salah mengartikan ergonomy hanya physical ergonomy]. Dalam konteks ini ergonomi yg relevan adalah cognitive ergonomy.
Tantangan pertama yg terkait dengan human factor adalah mengatasi keengganan untuk berubah (resistant to change). Engineers kadang menggunakan konsep ini: “if u build it they will come”. Konsep yg lebih sering salahnya dari pada benarnya. Untungnya IE belajar tentang cognitive ergonomy.
Salah satu teori yg bisa digunakan untuk menjelaskan keenganan berubah adalah dari Galpin yang ternyata mirip-mirip hierarchy of needsnya Abraham Maslow.
Menurut Pak Galpin, orang cenderung enggan berubah karena 3 alasan, dibaca di piramida tsb dari bawah ke atas. Tingkat paling bawah adalah alasan yg paling remeh, sementara teratas adalah yg paling susah untuk dihandle.
Kita gunakan kasus patas Djokja sebagai ilustrasi. Menurut pendapat saya, poin inilah yg menjadi tantangan utama dioperasikannya Bus Patas Djokja seperti yg diberitakan di sini. Masalah teknis menurut saya jauh lebih mudah diatasi dibandingkan masalah manusia. Memberitahu, mengajari dan memotivasi khalayak Djokja yg sudah kadung lengket dengan sepeda motornya adalah masalah yg jauh lebih susah dibandingkan mendesain shelter bus, menghitung jumlah feeder yg optimal dan masalah teknis yg lainnya.
Manusia bukan robot yg bisa diformat kemudian diprogram ulang untuk mengubahnya.
-don’t know
Orang tak mau memanfaatkan transportasi umum karena tidak tahu. Tidak tahu kalo bus patas Djokja ada, misalnya. Karena tidak tahu maka orang tak akan memanfaatkannya.
Solusinya tentu sederhana, ya kalo gak tahu –> dikasih tahu. Strategi pemasaran akhirnya bisa digunakan untuk mengedukasi pasar.
- not able
Sebagian orang mungkin sudah tahu informasi tentang patas Djokja tapi tak mau beralih karena tidak mampu. Tiket terlalu mahal, misalnya. Atau jadwal nya tidak pas dengan kebutuhan. Atau, memang jalur bus-nya yg tidak melewati daerah yg diinginkannya.
– not willing
Poin yg ketiga inilah yg paling susah untuk dihandle. Sebagian orang yg lain lagi mungkin sudah tahu akan adanya bus trans Djokja, mampu belinya, tapi tetap tidak mau pakai. Gengsi misalnya. Not willing adalah masalah motivasional yg paling susah dihandle. Rewards & punishment adalah salah satu solusinya.
Nanti kita akan lihat bagaimana SIN memecahkan masalah ini. Bocoran: ternyata mereka menerapkan prinsip-prinsip yg dipelajari di dunia teknik industri.
# Tantangan kedua adalah terkait dengan multi-stakeholders
Kebijakan umum bersifat makro seperti transportasi masal ternyata akan memberikan dampak langsung maupun tidak langsung kepada berbagai pihak. Di project management kita biasanya menyebut pihak-pihak tersebut sebagai: stakeholders.
Untuk kasus SIN, stakeholders yg bisa diidentifikasi antara lain:
- Policy makers, dalam hal ini LTA
- Government Agencies yang lain
- Resident users
- Public transportation operators (bus, taxi, MRT)
- Parties & politicians
- Contractors (local and foreign)
- Technology providers (local & foreign)
- Other Residents (land owners, business owners)
- Environmental groups
- Neighboring countries à Indonesia for sands!
- Second-hand car importer countries (Indonesia, New Zealand, Libya and Trinidad)
Ternyata buanyak pihak yg harus diurusi ya? Masalah menjadi lebih rumit karena:
a. setiap stakeholders punya vested interest dan prioritas yg berbeda
b. sebagian stakeholder bahkan mungkin tidak tahu apa interestnya
c. prioritas dan interest tersebut bersifat dinamis dan kontekstual
Karenanya, stakeholder analysis dan stakeholder management harus dilaksanakan. Gesekan dan friksi antar stakeholder perlu dikelola. Perlu adanya entitas yg berperan sebagai buffer, mediator untuk mengelola konflik yg timbul. Di dunia teknik industri, hal ini dikenal sebagai systems architecting.
Proses seperti komunikasi, negosiasi, konsultasi dalam proses pengambilan keputusan harus dilakukan. Tools IE seperti MCDA (multi criteria decision analysis) bisa digunakan untuk membantu prosesnya.
next pembahasan kebijakan makro dilihat dari systems thinking
–
Updated: situs tak resmi namun sangat lengkap tentang Transdjogja dapat dilihat di sini



1 comment:
saya mahasiswa dari IT TELKOM SURABAYA
Artikel yang menarik, bisa buat referensi ini .. terimakasih ya infonya :)
Post a Comment