Beberapa calon pengantin menanyakan secara bercanda, ada tidak sih sekolah untuk calon pengantin? Memang secara formal tak ada, tapi tentunya banyak informasi yang bisa diperoleh.
Perkawinan merupakan suatu yang sangat berarti secara pribadi, istimewa, dan sangat khusus bagi setiap individu. Berikut saya uraikan beberapa hal yang perlu dipahami sebagai bahan informasi dan renungan untuk persiapan bagi para calon pengantin agar secara psikologis mereka lebih mantap memasuki kehidupan baru.
Menjadi suami-istri dan orangtua merupakan salah satu karier penting. Agar berhasil, perkawinan perlu memiliki landasan yang sama seperti karier lain, yaitu adanya persiapan yang matang, kesungguhan berusaha, ketekunan dan niat kuat untuk berhasil. Tentunya setelah didahului oleh landasan dasar, yaitu saling mencintai.
Kesiapan seorang individu untuk menikah merupakan hal yang menentukan bagi keberhasilan perkawinan di kemudian hari. Sebagian besar perempuan Indonesia biasanya menikah pada usia 20-an tahun ke atas. Adapun pria pasangannya diharapkan berusia beberapa tahun lebih tua. Meskipun demikian, saat menikah seseorang sangatlah bervariasi. Usia kronologis tidak selalu merupakan faktor penentu bagi kesiapan psikologis seseorang untuk menikah.
Persiapan perkawinan
Ahli psikologi penyesuaian Duvall & Miller menyebutkan berbagai kondisi yang menunjukkan apakah seseorang telah siap untuk menikah atau belum. Kondisi ini perlu dimiliki setiap individu. Semakin banyak kondisi yang dimiliki, semakin siap bagi individu untuk menempuh kehidupan perkawinan. Kondisi tersebut secara umum dapat dibagi tiga, yaitu kesiapan psikologis, kesiapan material, dan kesiapan untuk berhubungan seksual dengan seorang pasangan tetap. Secara lebih rinci adalah sebagai berikut.
1. Kematangan emosi, kemampuan seseorang untuk mengatur/mengendalikan emosi.
2. Kemampuan bergaul secara baik dengan berbagai lingkungan.
3. Kemampuan dan kesediaan untuk menjadi pasangan seksual secara khusus.
4. Kesediaan mengembangkan hubungan seksual yang intim.
5. Kemampuan menyayangi dan saling memerhatikan.
6. Kemampuan mengomunikasikan perasaan, pikiran, dan harapan-harapan.
7. Kepekaan terhadap perasaan dan perkembangan pasangan.
8. Kesediaan untuk berkompromi dalam rencana pribadi dengan pasangan.
9. Kesediaan untuk menerima keterbatasan pasangan secara dewasa.
10. Sikap yang realistis terhadap pasangan.
11. Kemampuan mengatasi masalah ekonomi secara efektif.
12. Kesiapan untuk menjadi suami-istri yang bertanggung jawab.
Penyesuaian perkawinan
Pasangan yang akan menikah juga perlu mengetahui kemungkinan terjadinya kesulitan dalam memasuki kehidupan perkawinan. Menurut Hurlock, terdapat beberapa kondisi yang menyumbang terhadap terjadinya kesulitan dalam menyesuaikan diri, di antaranya adalah
1. Persiapan yang terbatas
Dengan banyaknya informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan seks yang tersedia di rumah, sekolah, dan tempat lainnya, maka penyesuaian seksual akan menjadi lebih mudah. Hanya saja persiapan di bidang lain, seperti keterampilan domestik, mengasuh anak, dan pengelolaan keuangan, masih sangat kurang.
2. Peran dalam perkawinan
Terjadinya perubahan peran bagi wanita dan pria dalam perkawinan serta konsep yang berbeda yang dianut kelas sosial dan kelompok religius yang berlainan membuat penyesuaian perkawinan makin sulit dibandingkan ketika peran masih dianut secara ketat.
3. Perkawinan usia muda
Individu yang terlibat dalam perkawinan usia muda biasanya tidak punya kesempatan mengalami hal-hal yang dimiliki teman-temannya yang tidak segera menikah dan telah mandiri sebelum menikah. Hal ini mengakibatkan sikap iri hati dan menghalangi penyesuaian mereka.
4. Konsep yang tak realistis
Konsep yang tidak realistis tentang makna perkawinan bisa berhubungan dengan pekerjaan, harapan akan romantisme, pembelanjaan uang atau perubahan dalam pola hidup. Kondisi ini akan menimbulkan kesulitan penyesuaian yang cukup serius.
5. Perkawinan campuran
Penyesuaian perkawinan terhadap kedudukan sebagai orangtua, hubungan dengan ipar, dan lainnya akan jauh lebih sulit dalam perkawinan antaragama dan budaya.
6. Masa berpacaran yang singkat
Kondisi ini membuat pasangan hanya memiliki sedikit waktu untuk saling mengenal dan memecahkan masalah tentang penyesuaian sebelum mereka melangsungkan perkawinan.
Dari sekian banyak masalah penyesuaian diri dalam perkawinan, ada empat pokok yang terpenting dan umum bagi tercapainya kebahagiaan perkawinan, yaitu penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian seksual, penyesuaian keuangan, dan penyesuaian dengan keluarga pasangan.
Keberhasilan perkawinan
Dalam setiap kehidupan perkawinan, senantiasa diharapkan tercapai apa yang dinamakan kebahagiaan atau kepuasan perkawinan. Ini merupakan suatu kondisi yang bersifat relatif dan dirasakan berbeda antara satu individu dan individu lainnya. Namun, secara umum kebahagiaan/kepuasan itu akan dialami apabila tiap pasangan memperoleh pemenuhan dari berbagai kebutuhan, keinginan, dan harapannya.
Itu berarti, perlu ada penyesuaian diri, yaitu usaha untuk saling mengenali, menghargai, dan memenuhi kebutuhan dan harapan dari pasangan itu. Kepuasan perkawinan juga terlihat dari adanya sesedikit mungkin konflik antar dan inter pribadi. Jika suatu perkawinan hancur, hal tersebut bukan disebabkan karena sang pria atau wanita terpaksa harus menerima kegagalan, melainkan karena kegagalan itu memang dibiarkan terjadi.
Sumber: Kompas.Com
No comments:
Post a Comment