Friday, May 28, 2010

Birokrasi Kadang Tidak Mengerti Anak Muda


Kamis, 27 Mei 2010 | 05:30 WIB

Pengantar Redaksi
Nama Profesor Yohanes Surya tidak bisa dilepaskan dari perannya ikut mengantarkan sejumlah siswa Indonesia merebut posisi terhormat di Olimpiade Fisika di berbagai forum internasional. Penasihat Tim Olimpiade Fisika Indonesia itu juga menjadikan pelajaran atau ilmu fisika (dan matematika) yang selama ini ”menyeramkan” sejumlah siswa menjadi menarik, ramah, dan menyenangkan dipelajari.


Saya baca di buku In Providencia Dei: Narasi Kehadiran Rahmat Allah, Anda adalah Presiden Olimpiade Fisika yang lahir dari kampung kumuh di Jatinegara. Ini menakjubkan! Apa hal paling kuat yang membuat Anda mampu keluar dari situasi tersebut dan menjadi seperti saat ini?

(Eman Dapa Loka, Taman Kebalen Indah, Bekasi Utara)
Pertama, ciptakan kondisi kritis dalam diri kita (keinginan untuk maju, cita-cita yang tinggi). Kedua, melangkah dan ketiga, tekun.

Prof, bagaimana cara kita mencintai pelajaran yang tidak kita suka, terutama Fisika. Kan, banyak anak sekolah yang tidak suka Fisika.

(Levi Hosea, Jakarta Barat, xxxx@yahoo.com)
Orang tidak suka sesuatu karena ia belum mengerti atau tidak mau mengerti. Karena itu, usahakan mengerti pelajaran itu lewat les atau bertanya kepada orang yang lebih mengerti.

Dear Prof, bagaimana ya caranya untuk mendorong anak-anak saya untuk tidak alergi terhadap Fisika?
(Gregorius Cahyo Priono, Harjamukti, Cimanggis, Depok)
Alergi atau rasa khawatir ini terjadi karena anak itu tidak mampu menguasai pelajaran Fisika. Obat terbaik adalah kuasai Fisika. Caranya adalah bertanya kepada orang yang lebih tahu.

Bagaimana kualitas anak Indonesia di bidang sains dibandingkan dengan anak luar negeri? Langkah apa saja yang sudah Prof lakukan sebagai Ketua Tim Olimpiade Fisika Indonesia hingga mengantarkan anak Indonesia meraih medali di ajang kompetisi internasional?
(Daniel Hermawan, SMAK 1 BPK Penabur Bandung)
Sedikit koreksi, saya tidak lagi menjabat Ketua Tim Olimpiade Fisika. Tahun 2007 setelah mengantarkan Indonesia sebagai juara dunia Olimpiade Fisika di Singapura, saya memberikan tongkat estafet kepemimpinan TOFI ini kepada Dr Hendra (alumnus Tim Olimpiade Fisika Indonesia 1997). Sekarang ini saya penasihat Tim Olimpiade Fisika Indonesia.
Secara potensi, kemampuan anak kita sangat baik. Mereka tidak kalah dari siswa dari belahan dunia mana pun.
Langkah-langkah yang saya lakukan adalah, pertama, menciptakan kondisi kritis dalam diri kita dan dalam diri siswa binaan kita (jelaskan kenapa kita harus menang). Kedua, melangkah (siapkan segala hal untuk mencapai cita-cita itu) dan ketiga, tekun (jangan pernah menyerah).
Untuk menyukai sains, yang utama adalah kuasailah sains itu. Sains itu tidak sulit, asal mau tekun pasti bisa. Sering-sering baca buku-buku atau majalah sains sedini mungkin.

Saya termasuk yang mengamati bahwa generasi muda kita banyak yang berkualitas. Buktinya, mereka sering memenangi kompetisi sains dan karya-karya lainnya. Menurut pengamatan Anda, kenapa para generasi muda ini, setelah mereka memasuki sistem di masyarakat, tidak mampu mengubah sistem, malah ikut sistem? Maka tipis pula harapan negara ini akan maju dan tetap terpuruk. Apa komentar Anda?
(Berlin Simarmata, Gandul, Cinere, Depok)
Birokrasi dan masalah dapur kadang dapat mengubah idealisme seseorang. Dalam birokrasi kadang ada orang yang tidak mengerti keinginan orang muda, namun jadi atasan kita. Nah, ini yang menjadi masalah. Ini yang membuat orang-orang muda frustrasi. Urusan dapur dapat membuat orang terpaksa meninggalkan idealismenya. Mereka mencari pekerjaan yang dapat mencukupi kebutuhan mereka walaupun kadang kala tidak terlalu memanfaatkan keahliannya. Saya kenal beberapa peneliti yang cukup baik karena urusan dapur terpaksa mengajar sana-sini dan tidak punya waktu untuk meneliti.
Butuh terobosan besar untuk mengatasi kedua hal ini.

Setiap kali saya membaca aktivitas Prof yang berjuang untuk kepentingan pendidikan, terutama untuk anak-anak yang tidak mampu namun berbakat tinggi, saya selalu bertanya dari mana Prof sendiri mendapat segala energi dan motivasi untuk perjuangan itu?
(Deffy Lisa Hardjono, Cibubur)

Motivasi ini berasal dari keyakinan bahwa kalau kita menginginkan sesuatu (kita berada pada kondisi kritis) dan kita melangkah dan melangkah dengan tekun, maka terjadilah mestakung (semesta mendukung) di mana lingkungan sekitar kita (termasuk sel-sel tubuh kita) mengatur diri, mendukung agar apa yang kita inginkan ini akan terpenuhi.


Pada saat pendidikan di negeri kita compang-camping, apa yang membuat Prof yakin bahwa siswa Indonesia bisa memenangi Olimpiade Sains?
(Risfan Munir, Bekasi, xxxx@gmail.com)
Saya punya keyakinan, kalau orang lain bisa, kita pasti bisa. Ini yang saya tekankan kepada siswa-siswa selama saya melatih Tim Olimpiade Fisika.

Pelajaran Fisika itu merupakan pelajaran yang banyak menggunakan rumus. Nah, bagaimana caranya, Pak, agar kita bisa mengerti dan paham pelajaran Fisika? Bagaimana caranya agar kita dapat menghafal rumus-rumus fisika yang begitu banyak?
(Setia Murningsih, Perumnas Pepabri, Keniten Ponorogo)
Sebenarnya belajar fisika tidak perlu menghafal rumus. Semua rumus ini dibuat dari logika sederhana. Seorang yang menguasai logika fisika dengan baik secara otomatis dapat menurunkan rumus-rumus fisika dengan mudah. Kalau kita tahu logika, kita dapat mengerjakan soal fisika tanpa rumus baku.

Apa impian Prof Yohanes Surya dalam lima tahun mendatang? Mengapa itu penting untuk Prof?
(Andy Ferbson, Jakarta, xxxx@gmail.com)
Saya mempunyai beberapa mimpi:
1. Semua guru di Indonesia mampu mengajar matematika dan sains secara GASING (Gampang Asyik dan Menyenangkan).
2. Siswa-siswa Indonesia suka sains dan matematika.
3. Indonesia bisa mengirim setiap tahun 3.000 siswa belajar sains dan teknologi di universitas terbaik di dunia (tahun 2030 kita punya 30.000 PhD dalam bidang sains dan teknologi).
Ketiga poin tadi berkaitan satu sama lain dan sangat vital bagi Indonesia. Kalau Indonesia ingin maju dan mampu bersaing di era global ini, tidak ada jalan lain, Indonesia harus menguasai sains dan teknologi.

Apakah Pak Yohanes atau pemerintah punya rencana khusus untuk bibit-bibit unggul (anak-anak berbakat) itu? Sayang sekali jika anak-anak berbakat itu setelah memenangi olimpiade kurang diperhatikan lagi sehingga mereka menjadi ”layu sebelum berkembang”.
(Muh Tauhid, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan)
Saya punya beberapa ide atau gagasan yang sedang dan akan saya lakukan:
1. Mendirikan kelas-kelas untuk anak berbakat di berbagai provinsi.
2. Mendirikan kelas pembinaan olimpiade sains dan matematika di STKIP (Sekolah Tinggi Keguruan Ilmu Kependidikan) Surya.
3. Mencarikan jalan bagi anak-anak berbakat ini untuk studi ke universitas terbaik di dunia.
4. Mengadakan riset tentang mengoptimalkan kemampuan anak-anak cerdas di Surya Research and Education Center.
5. Membuka pusat-pusat penelitian di universitas seperti di Universitas Multimedia Nusantara (UMN).
6. Kerja sama dengan pemda-pemda menyaring anak-anak berbakat.
7. Membuat berbagai jenis lomba sains dan teknologi.

Jika Bapak diangkat jadi menteri pendidikan, program kerja apa yang segera dilaksanakan? Tingkatan mana yang pertama kali Bapak benahi?

(Rio Handoko, Palembang, xxxx@yahoo.co.id)
Kunci pendidikan adalah guru yang baik dan metode yang tepat. Kalau Indonesia ingin maju, kualitas guru perlu ditingkatkan dan perlu dikembangkan suatu metode pembelajaran yang GASING (Gampang Asyik dan Menyenangkan) untuk semua jenjang, terutama SD, agar guru-guru dapat mengajar dengan baik.

Prof, Anda pernah mengatakan bahwa suatu saat pelajar Indonesia pasti bisa memenangi Nobel. Apa yang mendasari keyakinan Anda? Kira-kira kapan itu akan terjadi? Apa arti penting Nobel bagi perkembangan teknologi di Indonesia?
(Auzan Julikar S, Bandung)
Dasarnya adalah Indonesia punya potensi yang besar. Kita pernah jadi juara dunia berbagai olimpiade sains, seperti IPhO (International Physics Olympiad), ICYS (International Conference for Young Scientist), IJSO (International Junior Science Olympiad), IMSO (International Mathematics and Science Olympiad), dan GEC (Global Enterprises Challenge). Yang utama adalah bagaimana anak-anak hebat ini mendapat polesan hebat. Banyak anak yang sudah menang olimpiade sains dan matematika ini sekarang studi di berbagai universitas top di dunia. Sebagian dari mereka ada yang bekerja di bawah asuhan para peraih Nobel. Menurut data statistik, mulai tahun 1961 setiap peraih Nobel adalah murid peraih Nobel. Kita berharap ada anak Indonesia meraih hadiah Nobel pada tahun 2020.
Hadiah Nobel dapat mempercepat perkembangan sains dan teknologi. Ketika Indonesia mendapatkan hadiah Nobel, pandangan dunia terhadap Indonesia akan berubah. Indonesia akan lebih dihormati. Ambil contoh China. Peraih Nobel China, Tsung Dao Lee, mampu mengubah peta fisikawan China. Ribuan fisikawan China diciptakan oleh Tsung Dao Lee lewat program CUSPEA.
Tanpa label peraih Nobel, sulit bagi Lee untuk membuat program ini. Terus Abdus Salam dengan label peraih Nobel-nya mampu mengangkat Pakistan menjadi sebuah negara nuklir dan dihormati. Peraih Nobel juga punya link dengan peraih Nobel lainnya untuk menciptakan kolaborasi dan gerakan-gerakan membangun sains dan teknologi di negaranya.

Prof Surya, saya kagum dan salut atas idealisme Bapak. Apakah ke depan anak bangsa yang telah meraih prestasi internasional itu dapat menjadi teknokrat bidang teknologi yang dapat membawa Indonesia sejajar dengan bangsa lain? Seberapa besar keyakinan Bapak?
(Wijiarso, Bantul, Yogyakarta)
Ya! Saya sangat yakin. Kita bisa sejajar dengan negara mana pun. Kalau kita bisa jadi juara dunia olimpiade fisika, bukan mustahil kita bisa jadi salah satu negara terbaik dalam pengembangan sains dan teknologi. Kita bisa berdiri sejajar dengan bangsa maju lain kalau jumlah ilmuwan Indonesia dalam bidang sains dan teknologi sudah mencapai suatu critical mass, yaitu sekitar 30.000 PhD. (ush)
***

Yohanes Surya 

• Lahir: Jakarta, 6 November 1963 

• Profesi: Fisikawan Indonesia

• Pendidikan:
• 1968-1974: SD Pulogadung Petang II Jakarta Timur
• 1974-1977: SMPN 90 Jakarta
• 1977-1981: SMAN 12 Jakarta
• 1981-1986: Jurusan Fisika FMIPA-UI, gelar Drs
• 1988-1990: Physics Dept College of William and Mary, USA, gelar MSc
• 1990-1994: Physics Dept College of William and Mary, USA, gelar PhD (summa cum laude) 

• Karier (antara lain): 
• 1986-1988: Guru Fisika SMAK I Penabur Jakarta• 1993: Pemimpin pusat pelatihan Tim Olimpiade Fisika Indonesia(TOFI), Karawaci
• 1995-1997: Pengajar dan peneliti pada program pascasarjana UI untuk bidang fisika nuklir
• 1998-2003: International Center for Physics and Mathematics Universitas Pelita Harapan
• 2005 -: Guru Besar Fisika Universitas Satya Wacana Salatiga
• 2006 - : Rektor Universitas Multimedia Nusantara

• Organisasi (antara lain): 
• Asian Physics Olympiad (President)
• International Physics Olympiad (Board Member)
• The World Physics Competition Federation (executive member)
• The First Step to Nobel Prize in Physics (Vice President)
• Himpunan Fisika Indonesia (anggota) 
• Pencapaian (antara lain):
• CEBAF/SURA Awards AS’92-93 (salah satu mahasiswa terbaik dalam bidang fisika nuklir di wilayah tenggara Amerika)
• Zable Fellowship USA 1993-1994
• Penghargaan Kreativitas 2005 dari Yayasan Pengembangan Kreativitas
• Anugerah Lencana Satya Wira Karya (2006) dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan majalah TEMPO

• Prestasi lain (antara lain): 
• Memperjuangkan keikutsertaan Indonesia pertama kali dalam Olimpiade Fisika Internasional di Amerika Serikat sekaligus meraih medali perunggu
• Melatih ribuan guru di seluruh Indonesia untuk mengajar secara Asyik Mudah dan Menyenangkan

 • Keluarga: 

• Istri: Christina

• Anak: 
1. Chrisanthy Rebecca Surya

2. Marie Felicia Surya
3. Marcia Ann Surya

Sumber: Click here

No comments: